Pidana Mati dalam Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia: Antara Urgensi dan Kontroversi


loading…

Aulia Imran Mahasiswa S1 Hukum Universitas Nasional, Jakarta. Foto/istimewa

Aulia Imran
Mahasiswa S1 Hukum Universitas Nasional, Jakarta.PIDANA mati telah lama menjadi topik perdebatan klasik dalam hukum pidana. Sebagian menganggapnya sebagai jalan terakhir untuk menegakkan keadilan atas kejahatan luar biasa, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk kekerasan negara yang dilegalkan. Di Indonesia, pidana mati masih eksis dan dilegalkan dalam hukum positif, terutama untuk kasus terorisme, narkotika, pembunuhan berencana, dan korupsi berat. Namun, keberadaannya kini semakin problematis ketika dihadapkan pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjunjung tinggi hak untuk hidup sebagai hak non-derogable.

Indonesia memang belum mencabut pidana mati dari sistem hukumnya. Bahkan, KUHP baru dalam Pasal 98 masih mengakomodasi pidana mati secara alternatif dengan masa percobaan. Artinya, negara belum siap sepenuhnya untuk meninggalkan instrumen hukuman paling ekstrem ini. Ironisnya, di tengah berbagai revisi hukum yang mengarah ke modernisasi dan penghormatan HAM, pidana mati tetap menjadi bagian dari sistem pidana kita. Ini menunjukkan adanya tarik-menarik antara kebutuhan hukum nasional dan tekanan hukum internasional.